Tuesday, June 11, 2013

Beberapa Alasan Kenapa Saya Benci Pembawa Motor di Jakarta

Semakin hari pembawa motor di Indonesia, khususnya di Jakarta jumlahnya semakin banyak. Dengan banyaknya pembawa motor, pasti banyak juga masalah yang disebabkan oleh mereka. Memang tidak semua motor membawa masalah, tapi saya sebagai pembawa mobil sangat terganggu oleh banyak pembawa motor dan di bawah ini saya akan jelaskan alasan kenapa saya benci pembawa motor di Indonesia, khususnya di Jakarta, tempat saya menyetir mobil sehari-harinya.

Pertama, pembawa motor di Jakarta itu sangat egois. Mereka tidak mau mengalah, dan maunya mendahului tapi tidak mau didahului. Contohnya saat di pertigaan yang tidak ada lampu merahnya (bahkan terkadang yang ada lampu merahnya), mereka terus maju, tidak mau berhenti, tidak mau mengalah pada orang lain yang juga ingin menyeberang jalan. Begitu juga saat ingin berbelok, walaupun kita sudah menyalakan sen dari jauh, mereka tetap tidak akan memberi jalan kalau kita tidak memaksakan juga untuk jalan memotong mereka yang tidak mau berhenti. Tetapi kebalikannya, saat mereka menyeberang jalan, semua orang harus mengalah pada mereka.

Lalu mereka juga sangat arogan. Saat melakukan kesalahan, jarang saya melihat mereka meminta maaf. Pernah beberapa kali mobil saya diserempet motor, tapi mereka pergi begitu saja, tanpa berhenti dan bertanya atau sekedar melambaikan tangan tanda permintaan maaf. Beberapa kali juga saya mengejar motor yang menyerempet saya, bukan untuk meminta ganti rugi, karena saya tahu mereka tidak akan mau mengganti rugi, tapi hanya untuk sekedar menerima permintaan maaf dari mereka. Tetapi setelah saya dekati, motor yang menyerempet saya malah kabur lebih jauh. Entah karena takut dimintai uang ganti rugi, atau memang karena mereka sudah tidak memiliki rasa bersalah lagi. Memalukan. Dan kebalikannya, saat orang lain yang membuat kesalahan (menabrak motor mereka misalnya), mereka akan mengejar, marah-marah, memaki-maki dengan kata-kata yang kasar, dan tidak jarang berbuat anarkis (merusak kendaraan orang yang menabrak).

Mereka juga suka memaksakan diri. Saya yakin mereka tahu kalau terkadang saat ingin membalap mobil atau motor lain sebenarnya tidak bisa, tapi mereka memaksakan diri sehingga sering kali saya harus mengalah (mengerem laju kendaraan saya) agar mereka tidak tertabrak oleh saya. Mungkin pembawa motor di Jakarta berpikir bahwa semua orang akan mengalah untuk mereka. Saya tidak mengerti. Lalu mereka juga suka menyelip-nyelip saat keadaan macet. Kalau sisa space antara mobil masih luas, silakan menyelip. Tetapi sering kali sisa space sudah pas-pasan dan mereka tetap memaksakan diri untuk menyelip di antaranya, yang menyebabkan kendaraan lain jadi lecet atau baret. Dan lagi-lagi mereka tidak merasa bersalah, apalagi meminta maaf.

Yang ke-empat, pembawa motor di Jakarta suka sekali mengambil hak orang lain. Contohnya sangat banyak. Saat jalanan macet, mereka sangat suka mengambil jalan orang lain. Mereka berjalan di trotoar, berhenti di zebra cross tempat orang menyebrang, mengambil hak pejalan kaki. Berjalan melawan arah, mengambil hak pembawa kendaraan lain. Dan saya paling benci saat di jalan pas-pasan yang macet, lalu motor-motor mengambil jalur kanan dan menghalangi mobil dari arah berlawanan. Jalanan yang sudah macet bertambah macet lagi disebabkan oleh para pembawa motor yang tidak sabar, yang hanya ingin cepat-cepat sampai tujuan saja tanpa memikirkan hak orang lain.

Lalu mereka sangat sering melanggar perarturan lalu lintas. Peraturan lalu lintas sengaja dibuat untuk keamanan dan kenyamanan berkendara, tidak hanya kendaraan roda empat, tapi semua kendaraan, termasuk motor. Tetapi banyak pembawa motor di Jakarta yang tidak mematuhi peraturan lalu lintas. Contoh paling dasarnya adalah tetap jalan saat lampu lalu lintas masih berwarna merah. Saya sering sekali melihat motor-motor yang lewat begitu saja saat lampu masih merah. Padahal itu sangat berbahaya untuk mereka sendiri, dan juga membahayakan pengendara lain. Semua orang juga ingin cepat sampai di tempat tujuan, bukan hanya pembawa motor. Jalan melawan arah juga termasuk dalam pelanggaran peraturan lalu lintas. Jika mereka berjalan melawan arah, besar kemungkinan akan tertabrak mobil atau motor lain yang melintas di jalur yang benar. Dan lagi-lagi, sebenarnya hal itu sangat membahayakan keselamatan pembawa motor itu sendiri, tapi sepertinya mereka tidak memikirkannya. Saya tidak mengerti apa yang ada di pikiran mereka.

Banyak pembawa motor di Jakarta yang ugal-ugalan. Saat lampu lalu lintas berubah jadi hijau, semua motor yang ada di barisan depan seakan berlomba-lomba untuk menjadi yang tercepat, dengan suara knalpot yang 'cempreng' pula, membuat kuping sakit. Rasanya saya ingin meneriakkan mereka, "Jalanan bukan trek balap!". Belum lagi banyak klub-klub perkumpulan motor atau geng motor. Jika sedang berkumpul, mereka berjalan sangat arogan dan ugal-ugalan layaknya pemilik jalanan. Mereka akan menyuruh pengendara lain untuk minggir, membiarkan mereka lewat dahulu. Jika tidak mau mengalah, bukan tidak mungkin mereka akan bersikap anarkis pada pengendara lain. Hal itu melanggar hak orang lain untuk berjalan di di jalanan yang seharusnya milik bersama ini.

Hal lain yang saya benci, mereka suka sekali memotong dari ujung kanan ke ujung kiri, ataupun sebaliknya. Bahkan saya banyak sekali menjumpai motor-motor yang berada di jalur kiri, tiba-tiba belok ke arah kanan. Jika pengendara lain tidak melihat, bisa saja mereka tertabrak. Dan memang sudah ada beberapa kasus motor tertabrak karena hal tersebut. Saya pun pernah mengalaminya.

Lalu sering kali saya melihat pembawa motor dengan kapasitas berlebihan. Motor yang seharusnya hanya untuk dua orang dewasa, bisa dinaiki oleh satu keluarga yang terdiri dari bapak, ibu(yang sedikit gendut karena sudah melahirkan), anak (balita), dan bayi. Bapaknya menyetir motor, ibunya duduk di belakang sambil menggendong bayi, dan anak balitanya duduk di depan di antara bapaknya dan stang motor. Tidak jarang juga saya melihat tiga atau empat orang dewasa menaiki satu motor bersamaan. Belum lagi anaknya yang tidak dipakaikan helm. Jika terjadi kecelakaan kecil saja, akibatnya bisa fatal. Saya sangat berharap salah satu dari keluarga tersebut bisa berpikir jernih. Jika memang belum mampu membeli mobil, lebih baik naik kendaraan umum daripada membahayakan nyawa seluruh keluarga.

Dan yang terakhir yang saya benci dari pembawa motor di Jakarta adalah, jika tiba-tiba hujan, mereka akan berhenti di manapun asal mereka bisa berteduh. Motornya juga akan diparkir di manapun, tidak peduli jika motor yang mereka parkir membuat jalanan jadi macet panjang. Mereka tidak berpikir bahwa di antara orang-orang yang terjebak macet yang disebabkan oleh kelakuan mereka, pasti ada beberapa orang yang berada dalam keadaan darurat dan harus tiba di tempat tujuan tepat waktu. Yang penting adalah, mereka tidak kehujanan. Sangat egois. Saya paling sering menemukan keadaan seperti ini di bawah jembatan saat sedang hujan. Banyak pembawa motor yang berteduh di bawah jembatan, membuat jalanan yang tadinya dua jalur menjadi tinggal satu jalur, dan tentu saja hal itu membuat antrian panjang kendaraan di belakangnya.

Saya tahu tidak semua pembawa motor di Jakarta seperti yang saya jabarkan di atas. Tetapi itulah keluhan saya sebagai pembawa mobil yang setiap harinya berhadapan dengan para pembawa motor di Jakarta dan sering merasa teraniaya oleh mereka. Saya yakin banyak pengendara mobil yang berpikiran sama dengan saya. Saya juga berharap pemerintah bisa menindak tegas para pembawa motor yang melanggar peraturan lalu lintas, melihat ke depannya jumlah motor yang akan bertambah banyak. Dan saya berharap kedepannya akan ada jalanan yang aman dan nyaman yang dilintasi oleh semua kendaraan.


11.11
Jakarta, June 11 2013